Ibadah haji adalah ibadah yang mulia.
Allah Ta’ala menjadikannya pilar dari pilar-pilar Islam yang termaktub
dalam rukun Islam yang lima. Sejak dahulu, bahkan sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
diutus, orang-orang dari berbagai negeri datang ke Mekah untuk berhaji.
Mereka datang meneladani syariat bapaknya para nabi, Rasulullah Ibrahim
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hari terus berjalan dan tahun pun
berganti abad, manusia kian ramai mengunjungi Baitullah al-Haram
memenuhi panggilan Allah Rabbul ‘ibad. Keadaan pun berubah. Lembah Mekah
yang gersang dan sepi itu kian ramai dikunjungi. Fasilitas yang
sederhana dituntut untuk berubah. Dahulu, orang bebas berhaji setiap
tahunnya. Tapi sekarang umat Islam harus mengantri hingga belasan tahun
berikutnya. Jamaah yang kian bertambah terbatasi dengan batas-batas
tanah suci Mekah, Mina, Arafah dan lainnya. Pemerintah Arab Saudi pun
kesulitan membagi kuota, apabila kuota terus bertambah tidak mungkin
batas-batas tanah suci yang ditetapkan Nabi harus diubah.
Berikut ini gambaran jamaah haji pada
tahun 1953, 61 tahun silam, dengan segala macam pernak-perniknya. Dengan
segala kelebihan dan kekurangannya.
Kalau sekarang jamaah haji dari negeri
yang jauh bisa tiba di Mekah dalam hitungan jam dengan pesawat terbang,
tidak demikian dengan jamaah haji tahun 1953. Mereka menempuh perjalan
berhari-hari bahkan hitungan bulan untuk tiba di tanah suci.
Pada tahun 1953, kebanyakan jamaah haji datang ke Mekah dengan menggunakan kapal laut. Karena saat itu pesawat udara sangat terbatas jumlahnya, mahal, fasilitas penerbangan kurang, dan tidak setiap negara memiliki layanan terbang menuju tanah suci.
Bagi jamaah haji yang memiliki kemampuan finansial yang lebih dan juga jarak negaranya dekat dengan tanah suci, bisa menempuh perjalanan udara dengan pesawat angkut jenis short take-off and landing yang dapat beroperasi di landasan pendek.
Seperti halnya hari ini, jamaah haji dulu
juga menggunakan bus sebagai alat transportasi antar daerah haji. Namun
busnya masih terlihat sederhana, armadanya sedikit, dan tidak secepat
sekarang. Sehingga sebagian jamaah haji naik di atap bus.
Lihatlah papan plang batas tanah suci ini, hanya dengan papan kecil dan font seadanya, plus satu orang penjaga. Sekarang satpam perumahan pun lebih dari satu. Bandingkan dengan gerbang tanah suci sekarang.
Pemandangan rumah masyarakat dan perhotelan di sekitar Masjid al-Haram yang saat ini telah dihancurkan karena tuntutan perluasan masjid.
Termasuk menara peninggalan Turki Utsmani
juga tergusur karena pelebaran. Sebelumnya, pemerintah Arab Saudi
mempertahankan menara ini agar tidak digusur. Mereka mempertimbangkan
fitnah yang akan beredar di dunia Islam apabila tiang ini dihancurkan.
Namun setelah beberapa kali pelebaran, akhirnya menara ini pun digusur.
Kebijakan ini harus diambil lantaran kondisi masjid yang memang sudah
tidak memungkinkan lagi menampung jamaah. Permintaan penambahan kuota
dari berbagai negara dan jamaah yang membludak jadi alasannya.
Kesempatan menunaikan rukun Islam yang kelima dan keselamatan para tamu
Allah lebih dikedepankan dari nilai sejarah. Meskipun, kebijakan ini
tidak lepas dari sorotan dan kritik, terutama oleh para orientalis.
Jalanan Mekah tampak cukup padat di tahun 1953. Dan menara Utsmani juga masih kokoh berdiri.
Salah satu pintu masuk Masjid al-Haram.
Tahun 1953, Masjid al-Haram pun sudah tidak mampu menampung jamaah haji sehingga sebagian harus shalat di luar masjid.
Masjid al-Haram dengan area tawaf dan lantai yang masih berwujud pasir.
Suasana thawaf yang masih cukup lengang. Bandingkan dengan zaman sekarang, walaupun sudah beberapa kali mengalami perluasan, tempat thawaf tetap penuh sesak seolah-olah tidak tersisa sedikit pun celah.
Salah satu hal yang menarik dari haji tahun 1953, jamaah masih diperkenankan masuk ke dalam Ka’bah. Kalau sekarang? Hmm… mencium Hajar Aswad saja terkadang dilakukan dengan isyarat karena jamaah tidak mampu untuk hanya sekedar mendekat ke Ka’bah.
Suasana thawaf yang santai dan lengang.
Aktivitas perdagangan di dekat Masjid al-Haram.
Para pedagang menggelar lapak dagang mereka.
Kuda dan gerobak kayunya digunakan sebagai alat angkut atau transportasi jarak dekat.
Suasanan di pasar hewan, memilih kambing kurban.
Pasar hewan.
Keledai digunakan sebagai alat angkut untuk hewan kurban.
Saat mabid di Mina, jamaah haji masak sendiri dengan tungku, kayu bakar, dan bahan-bahan yang mereka usahakan sendiri. Kalau sekarang? Alhamdulillah sudah ada katering, jamaah bisa fokus ibadah dan berdzikir.
Jamaah haji shalat di dekat parkiran kendaraan, kendaraannya onta.
Suasana jamarah, lengang tidak butuh pasukan keamanan seperti sekarang. Saat ini, kepadatan sudah terjadi sebelum tempat jamarah itu terlihat oleh jamaah.
Inilah kenangan haji tempo dulu, tahun
1953. Ada hal-hal yang jika dilihat dari perspektif zaman sekarang
adalah kekurangan. Namun ada juga yang dianggap kemudahan dan kelebihan.
Zaman telah berubah, kondisi pun berganti. Namun kewajiban berhaji
tetaplah suatu yang pasti. Semoga Allah memudahkan kita semua untuk
menunaikan ibadah haji, menunaikan rukun Islam yang kelima, menjadi
tamu-Nya di rumah-Nya di tanah suci. Amin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar